Agrobisnis dalam Islam - PAR
Agrobisnis dalam
Perspektif Islam [1]
Oleh H. Mahlail Syakur Sf. [2]
Pendahuluan
Manusia adalah makhluq
serba bisa dengan potensi dasar yang dibekalkan pada dirinya sejak dilahirkan.
Di sisi lain manusia adalah calon-calon khalifah di muka bumi ini. Dalam
menjalankan amanah tersebut dibutuhkan kesiapan sejak dini berupa keterampilan
hidup (lifeskills) sesuai dengan bidang dan kapasitas masing-masing.
Islam mengajarkan bahwa seluruh
sumber daya alam (SDA) tersedia bagi manusia untuk dikelola dan diambil
manfaatnya,[3] baik untuk sarana hidup dan
beribadah maupun untuk kepentingan bisnis yang berorientasi pada financial termasuk
agribisnis.
Makalah singkat ini
diangkat dari pertanyaan “Bagaimana perspektif Islam tentang agribisnis”.
Agrobisnis sebagai Bentuk Wirausaha
Term
"agrobisnis" bermula dari “agribisnis” yang diserap dari bahasa Inggris agribusiness
yang merupakan portmanteau dari terma agriculture
(pertanian) dan business (bisnis). Maka terma “agrobisnis”
merupakan varian anglisismenya dalam bahasa Indonesia. Jadi, ada
dua term yang berdekatan, yaitu agribisnis dan agrobisnis.
Agribisnis berarti bisnis
di bidang pertanian, yakni pertanian sebagai sebuah industri. Agribisnis dapat dipahami sebagai bisnis
berbasis usaha pertanian atau bidang lain yang mendukungnya, baik di sektor
hulu maupun hilir. Penyebutan "hulu" dan "hilir"
mengacu pada pandangan pokok bahwa agribisnis bekerja pada rantai sektor
pangan. Dalam rumusan lain, agribisnis adalah cara pandang ekonomi bagi usaha
penyediaan pangan. Menurut Davis dan Golberg[4], agribisnis merupakan keseluruhan operasi yang
meliputi produksi dan pemasokan input usahatani, produksi di usahatani,
penyimpanan, pengolahan, dan distribusi produk-produk usahatani.[5]
Jadi, agribisnis adalah
segala kegiatan di sektor pertanian dalam arti luas, baik dilakukan oleh
perorangan maupun badan hukum dengan tujuan untuk memperoleh keuntungan
finansial pelakunya. Dan dalam arti luas agribisnis meliputi sektor perikanan
dan sektor peternakan. Adapun yang membedakan agribisnis dari bisnis lainnya
ialah bahwa proses produksi (produk primer) pada agribisnis bersifat biologikal
dan sangat bergantung pada alam, sedangkan pada bisnis lain proses produksinya
bersifat fisikal atau kemikal.[6] Konsekuensinya, corak manajemen agribisnis menjadi
berbeda dengan manajemen bisnis lain. Oleh karena itu, jenis-jenis bisnis yang
bertalian dengan produk pertanian perlu diperlakukan sebagai obyek studi bisnis
yang berbeda.
Adapun terma lain
yang digunakan dengan arti yang tidak sama tetapi dianggap sama dengan terma agribisnis,
yakni “agrobisnis” berasal dari kata “agro“ dan bisnis. Kata “agro“ lazim dipergunakan
dalam penamaan perusahaan-perusahaan di bidang pertanian, seperti Agro
Product Exporters (perusahaan jasa informasi jaringan eksportir
produk-produk agribisnis, India); Coastal AgroBusiness (perusahaan
distribusi input-input pertanian, USA); PT Agro Harapan Lestari, Fangiono Agro
Plantation (Indonesia), dan lainnya.[7] Kata “agro“ juga ditemukan
penggunaannya dalam penamaan perkumpulan pemerhati agribisnis, seperti
Masyarakat Agribisnis-Agroindustri Indonesia” (MAI). Di sinilah letak ke-salah
kaprah-an dalam penggunaan terma agrobisnis untuk menduduki posisi
terma agribisnis. Bahkan terma agrobisnis lebih sering (dikenal) daripada term agribisnis.
Lepas dari perbedaan
tersebut, seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, agribisnis
berpeluang menjadi ajang alternatif dalam dunia usaha sebagai bentuk kewirausahaan
(Entrepreneurship) yang laik memperoleh perhatian sebagaimana
bidang-bidang lainnya. Sebagai wirausaha, agribisnis membutuhkan pengembangan,
baik dari aspek akademik ilmiah maupun aspek-aspek lainnya yang bersifat
praktik-implementatif sehingga menjadi ilmu pengetahuan yang tidak sekadar
bersifat teoretik tetapi juga praktik. Dengan ungkapan dapat dinyatakan bahwa
agribisnis merupakan ‘ilmu ‘amali sekaligus ‘amal ‘ilmi.
Wawasan Islam tentang Agrobisnis
Wawasan Islam tentang Agrobisnis
Sebagai petunjuk bagi manusia (huda li an-nas)[8], al-Qur`ân berisi berbagai konsep dan ilmu (tibyan likull syay`) yang menginspirasi perkembangan ilmu dan sains, misalnya,
diterangkan dalam surah an-Nahl (16) ayat 89:
وَيَوْمَ نَبْعَثُ فِي كُلِّ أُمَّةٍ شَهِيدًا عَلَيْهِمْ مِنْ
أَنْفُسِهِمْ وَجِئْنَا بِكَ شَهِيدًا عَلَى هَؤُلآءِ وَنَزَّلْنَا عَلَيْكَ
الْكِتَابَ تِبْيَانًا لِكُلِّ شَيْءٍ وَهُدًى وَرَحْمَةً وَبُشْرَى
لِلْمُسْلِمِينَ
(….
dan Kami turunkan kepadamu al-Kitab (al-Qur`ân) untuk menjelaskan segala
sesuatu dan petunjuk serta rahmat dan kabar gembira bagi orang-orang yang
berserah diri).
Ilmu adalah pengetahuan tentang sesuatu berdasarkan hakikatnya atau suatu
sifat yang dengan sifat tersebut sesuatu yang dicari dapat terungkap dengan
sejelas-jelasnya, terutama yang bersifat eksperimental. Ilmu dan pengetahuan
secara umum dipahami sebagai satu ungkapan untuk menjelaskan kata ilmu yang
berarti pengetahuan tentang suatu bidang yang disusun secara bersistem menurut
metode-metode tertentu yang dapat digunakan untuk menerangkan gejala-gejala
tertentu di bidang itu.[11] Pengetahuan
(scinces) sesungguhnya tidak selayaknya dipilah-pilah ataupun
dipilih-pilih sehingga menjadi ilmu agama yang dibedakan dari ilmu umum karena
secara umum keseluruhan ilmu berasal dari satu sumber, yaitu Allâh Yang Maha
Esa. Namun demikian, ditilik dari jenis obyek kajiannya (obyek studi, subject matter),
secara garis besar ilmu dapat diklasifikasi menjadi tiga kategori, yaitu
ilmu alam, ilmu sosial, dan humaniora.[12] Adapun
agribisnis termasuk dalam kategori ilmu alam (natural sciences).
Islam memandang seluruh
ilmu sebagai pengetahuan yang perlu dimiliki oleh setiap manusia sebagai
pengelola bumi (khalifah fi al-ardl), baik bersifat
konseptual-teoretik maupun motorik-praktik. Termasuk di dalamnya adalah agribisnis.
Sebagai subjek akademik, agribisnis mempelajari strategi memperoleh keuntungan
dengan mengelola aspek budidaya, penyediaan bahan baku, pasca panen, proses
pengolahan, hingga tahap pemasaran. Oleh karena itu setiap Muslim diwajibkan
memiliki ilmu (pengetahuan) bidang agribisnis guna menjalankan amanah Allâh.
Secara umum, perintah
menuntut ilmu dalam al-Qur`ân[13] cukup banyak, antara lain
adalah:
1.
Surat al-’Alaq ayat 1:
اقْرَأْ بِاسْمِ رَبِّكَ الَّذِي خَلَقَ
(Bacalah dengan
(menyebut) nama Tuhanmu yang Menciptakan)
2.
Surat an-Nahl ayat 43:
.... فَاسْأَلُوا أَهْلَ الذِّكْرِ إِنْ كُنْتُمْ لَا تَعْلَمُونَ[14]
(…. Maka bertanyalah kepada orang yang mempunyai pengetahuan
jika kamu tidak mengetahui)
Ayat-ayat tersebut dan
beberapa ayat lainnya memberi isyarat penting akan urgensi ilmu pengetahuan
bagi kehidupan manusia dan harus dipelajari, termasuk ilmu agribisnis.
Sebagai ilmu, agribisnis
diisyaratkan dalam beberapa ayat berikut ini:
- Dalam surat al-Hijr ayat 22:
وَأَرْسَلْنَا الرِّيَاحَ لَوَاقِحَ فَأَنْزَلْنَا مِنَ السَّمَاءِ
مَاءً فَأَسْقَيْنَاكُمُوهُ وَمَا أَنْتُمْ لَهُ بِخَازِنِينَ
(Dan Kami
telah meniupkan angin untuk mengawinkan (tumbuh-tumbuhan) dan Kami turunkan
hujan dari langit, lalu Kami beri minum kamu dengan air itu, dan sekali-kali
bukanlah kamu yang menyimpannya).
- Surat Yasin ayat 36:
سُبْحَانَ الَّذِي خَلَقَ الأَزْوَاجَ كُلَّهَا مِمَّا تُنْبِتُ
الأَرْضُ وَمِنْ أَنْفُسِهِمْ وَمِمَّا لا يَعْلَمُونَ
(Maha
suci Tuhan yang telah menciptakan pasangan-pasangan semuanya, baik dari apa
yang ditumbuhkan oleh bumi dan dari diri mereka maupun dari apa yang tidak
mereka ketahui).
Di samping sebagai ilmu
(pengetahuan) agribisnis juga dapat dilihat sebagai keterampilan. Sebagai
keterampilan hidup (lifeskills), agribisnis dipandang oleh Islam sebagai
salah satu kecerdasan motorik yang mesti dimiliki oleh setiap individu ummat Islam,
terutama bagi kaum muda yang masih banyak peluangnya dalam meraih asa di masa
depan.
Banyak teks agama yang
bisa dijadikan pijakan bagi konsep dasar pemikiran ini. Dalam pepatah Arab
terdapat ungkapan:
شبّان اليوم رجال
الغد
(Pemuda hari ini adalah tokoh masa depan)
Sebagai kader bangsa
masa depan yang akan menghadapi tantang-tantangan baru, mereka para generasi
muda harus mempersiapkan diri, membekali diri dengan berbagai keterampilan
hidup (lifeskills) agar mampu sekaligus mau tampil di baris depan. Masa
depan bangsa akan menjadi tanggungjawab para generasi masa kini untuk hari-hari
mendatang. Tanggungjawab mana seperti yang dinyatakan dalam ungkapan Arab:
إن في يدكم أمر
الأمة وفي إقدامكم حياتها [15]
(Sesungguhnya
di tangan kalian persoalan bangsa, dan dalam kemajuan kalian masa depan hidup
mereka)
Masa depan bangsa tidak
sekadar membutuhkan para pemimpin yang beriman tetapi juga memiliki integritas
antara keimanan (kecerdasan emosional-spiritual) dan keterampilan berbasis ilmu
dan teknologi (kecerdasan kognitif-motorik); tidak sekadar generasi yang amanu
tetapi sekaligus wa’amilus shalihat. Oleh karena itu
tidak ada alasan bagi para generasi muda untuk bermalas-malas dalam menjalani
kehidupan di masa mudanya, tetapi harus serius dalam menuntut ilmu dan
membekali diri dengan berbagai keterampilan hidup. Bahkan harus melengkapi diri
dengan seperangkan pengetahuan agar menjadi manusia yang saleh.
Para generasi muda harus
siap tampil di depan untuk menunjukkan jati dirinya sebagai pribadi yang
mandiri tanpa ketergantungan atau bergantung pada pihak lain. Dalam konteks
patut disimak pesan singkat dalam sya’ir Arab yang dinisbatkan pada Sayyiduna
‘Ali ibn Abu Thalib kw.:
(Pemuda sejati adalah orang yang
berkata “Inilah aku”, dan bukanlah pemuda orang yang berkata “Inilah
ayahku”)
Pernyataan tersebut
mengandung isyarat bahwa kemandirian setiap individu sangat dibutuhkan untuk
kesejahteraan bangsa karena idealism tersebut akan terwujud dari masing-masing
individu. Islam mengajarkan kesejahteraan ummat dimulai dari bagiannya yang
terkecil, yaitu seorang diri. Dalam banyak hal Islam memotivasi ummat Islam
agar menjadi kaya. Banyak teks yang menunjukkan hal tersebut. Di antaranya
adalah ayat-ayat atau hadits yang berisi perintah untuk menunaikan zakat, dan
bukan pesan untuk menjadi peminta. Salah satu hadits bertutur:
خَيْرُ الصَّدَقَةِ مَا كَانَ عَنْ ظَهْرِ غِنًى وَالْيَدُ
الْعُلْيَا خَيْرٌ مِنَ الْيَدِ السُّفْلَى وَاْبَدَأْ بِمَنْ تَعُولُ . (أَخْرَجَهُ
الْبُخَارِىُّ فِى الصَّحِيحِ مِنْ حَدِيثِ الأَعْمَشِ).[17]
(Sebaik-baik sedekah
adalah berasal dari kelebihan (kekayaan), dan tangan di atas lebih baik
daripada tangan di bawah, dan mulailah dengan keluarga tanggungan). Hadits
ditakhrij oleh al-Bukhari dalam Shahih besumber dari hadits al-A’masy.
Pada kesempatan lain
Nabi saw. menjelaskan urgensi kemandirian sebagaimana diriwayatkan dalam hadits
bersumber dari Rifa’ah bin Rafi’ ra. bahwa:
أَنَّ اَلنَّبِيَّ صلى الله عليه وسلم سُئِلَ: أَيُّ اَلْكَسْبِ أَطْيَبُ؟ قَالَ: عَمَلُ
اَلرَّجُلِ بِيَدِهِ وَكُلُّ بَيْعٍ مَبْرُورٍ . (رَوَاهُ اَلْبَزَّارُ،[18] وَصَحَّحَهُ
اَلْحَاكِمُ).[19]
(Sesungguhnya Nabi
saw. ditanya: “Pekerjaan apa yang paling baik?” Nabi pun menjawab: “Pekerjaan
pemuda dengan tangannya sendiri dan setiap transaksi bisnis yang sehat). Hadits
diriwayatkan oleh al-Bazzar dan dinilai shahih oleh al-Hakim
Teks-teks tentang
kemandirian tersebut paralel dengan etos kerja seperti dijelaskan dalam surat
al-Jumu'ah ayat 10:
فَإِذَا قُضِيَتِ الصَّلاةُ فَانْتَشِرُوا فِي الْأَرْضِ
وَابْتَغُوا مِنْ فَضْلِ اللَّهِ وَاذْكُرُوا اللَّهَ كَثِيرًا لَعَلَّكُمْ
تُفْلِحُونَ [20]
(Apabila telah
ditunaikan shalat, maka bertebaranlah kamu di muka bumi; dan carilah karunia
Allâh dan ingatlah Allâh banyak-banyak supaya kamu beruntung).
Beberapa teks tersebut
mengandung pelajaran secara tersirat (inplisit) bahwa setiap individu harus
berusaha dan bekerja dalam mencari rizki atau mengolah SDA, bukan menjadi
peminta atau bergantung kepada pihak lain. Oleh karena berbagai cara dan
kesempatan harus diciptakan sebagai keterampilan. Di antaranya adalah
agribisnis.
Sebagai agama yang
sempurna Islam mengajak ummatnya agar menyeimbangkan dua kebutuhan, yaitu di
dunia dan akherat. Islam mengajarkan konsep hidup integratif sebagaimana
ditegaskan dalam Surat al-Qashash ayat 77:
(Dan carilah pada apa
yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan
janganlah kamu melupakan bahagianmu dari (kenikmatan) duniawi …).
Paralel dengan ayat
tersebut Nabi Muhammad saw. bernasehat:
ليس بخيركم من ترك دنياه لآخرته ولا آخرته لدنياه حتى
يصيب منهما جميعا فإن الدنيا بلاغ إلى الآخرة ولا تكونوا كَلاًّ على الناس (رواه الديلمى ، وابن عساكر عن أنس)
(Bukanlah baik di
antara kalian orang yang meninggalkan aktivitas dunianya demi akheratnya, dan tidak
pula yang meninggalkan akheratnya demi dunianya hingga ia mengintegrasikan
keduanya, karena dunia merupakan sarana menuju akherat. Dan janganlah menjadi
beban bagi orang lain). HR. ad-Dailami dan ibn ‘Asakir bersumber dari Anas ra.
Oleh karena itu, manusia
adalah makhluq yang menyadari akan kehidupan akherat tanpa mengabaikan
kebutuhannya di dunia. Segala hajat hidup di dunia tidak ada yang bersifat
instan, semuanya harus dicari dengan berbagai cara kemudian diolah dan dikelola
hingga mendatangkan fungsi multiguna. Banyak cara dan ciri manusia dalam
mencari rizki. Di antaranya adalah keterampilan agribisnis.
Berdasarkan uraian di
atas dapat dipahami bahwa Islam memandang agribisnis sebagai salah satu bentuk
keterampilan hidup yang berguna bagi manusia karena di dalamnya terdapat nilai
kemandirian sebagaimana diajarkan dalam al-Qur`ân dan Sunnah Rasul Allâh saw.. Dengan
demikian agribisnis, baik sebagai ilmu (pengetahuan) maupun keterampilan, juga
berpeluang untuk menjadikan diri yang saleh sosial sekaligus saleh spiritual
sebagaimana yang dimanatkan dalam kurikulum 2013,[22] yakni menjadi generasi yang cerdas spiritual, cerdas
sosial, cerdas intellectual, dan terampil. Oleh karena itu ilmu tentang
agribisnis menjadi sangat bermanfaat jika dikembangkan menjadi keterampilan
beragrobisnis. Dan sebaliknya keterampilan agribisnis tidak akan terwujud tanpa
didasari dengan ilmu teoretiknya.
Islam secara tersirat
mengajarkan keduanya. Maka ilmu agribisnis perlu dipelajari dan keterampilannya
menjadi buahnya untuk diamalkan. Ilmu dan keterampilan agribisnis akan
membuahkan produktifitas (hasil) jika ada kemauan yang keras dan kemampuan yang
jelas.
Penutup
Keanekaragaman budaya
dan ilmu pengetahuan yang selalu muncul dan berkembang dalam Islam merupakan
hasil kreativitas manusia muslim yang telah mengkristal menjadi peradaban yang
pada dasarya berasal dari sumber utamanya, yaitu al-Qur`ân. Satu di antaranya
adalah agribisnis. Dengan mengetahui agrisbisnis, baik
sebagai ilmu maupun sebagai keterampilan, setiap individu diharapkan mampu
mengelola perusahaan atau sebuah usaha secara benar, baik usaha pribadi maupun
perusahaan umum.
Seorang yang mendalami agribisnis
harus mampu menguasai seluruh rantai agribisnis di atas dengan benar, sehingga
apa yang diusahakan akan berhasil tepat guna. Dan Islam mendidik manusia dengan
ilmu melalui membaca, dan mempraktikkannya dalam dunia nyata (kerja) sekaligus
menjadikannya sebagai hamba yang senantiasa berdzikir kepada Allâh di samping
berpikir tentang ciptaanNya.
Sekian, semoga bermanfaat.
------------ms2f------------
Daftar Pustaka
Abadi,
Muhammad ibn Ya’qub al-Fayruz, al-Qa>mu>s al-Muh}i>t, Beirut:
Mu`assasah ar-Risalah, 1406 H.
al-Asfihani, ar-Raghib, al-Mufradat
fi Gharib al-Qur`ân.
Al-Ghulayaini,
Mushthafa, ‘Idhah an-Nasyi`in, Beirut: al-Mathba’ah al-‘Ashriyyah, 1949,
cet. VI.
Alim,
R.H.A. Sahirul, Menguak Keterpaduan Sains, Teknologi, dan Islam,
Yogyakarta: Titian Ilahi Press, 1999.
Audah, Ali, Konkordasi Qur’an, Bandung:
Litera Antar Nusa, 1997.
Azizy,
A. Qodri, Pengembangan Ilmu-Ilmu Keislaman., Jakarta: Direktorat PTAI
Depag RI. 2003.
Bucaille,
Maurice, Bibel, Qur`n, dan Sains Modern, terj. Prof. Dr. H.M. Rasjidi
dari La Bible le Coran et la Science, Jakarta: Bulan Bintang, 2005,
cet. Ke-15.
Davis,
John H., Ray A. Goldberg, A Concept of Agribusiness, Boston: Harvard
Business School, 1957.
Downey,
W, David., John K. Trocke, Agribusiness Management, Auckland: MacGraw-Hill
Int. Book Coy., 1981.
Ghulsyani,
Mahdi, Filsafat Sains Menurut Al-Qur’an terj. Haidar Bagir, Bandung: Mizan,
1996.
Hatta,
Muhammad, Pengantar ke Jalan Ilmu dan Pengetahuan, Jakarta: PT.
Pembangunan, 1970, cet. Ke-5.
Iqbal, Muhammad, Membangun Kembali Pemikiran Agama dalam Islam, terj. Ali Audah dkk., Jakarta: Tintamas,
1986.
Khun,
Thomas S., The Structure of Scientific Revolutions, Chicago: The
University of Chicago Press, 1970.
Madjid, Nurcholis, Beberapa
Renungan tentang Kehidupan Keagamaan
untuk Generasi Mendatang, dalam
Ulumul Qur’an, No. 1 vol. IV, 1993.
Mahzar,
Armahedi, Islâm Masa Depan, Bandung: Pustaka, 1993.
Nasution,
Harun, Kalsifikasi Ilmu dan Tradisi Penelitian Islam: Sebuah Perspektif
dalam Harun Nasution dkk, Tradisi Baru Penelitian Agama Islam: Tinjauan Antar
Disiplin Ilmu, Bandung: Nuansa, 1998.
Poerwodarminto,
W.J.S., Kamus Umum Bahasa Indonesia, Jakarta: PN. Balai Pustaka, 1996.
Rahardjo,
M. Dawam, Ensiklopedi Al-Qur’an Tafsir Sosial Berdasarkan Konsep-konsep
Kunci, Jakarta: Paramadina, 2002.
Ricketts,
Cliff., Omri Rawlins, Introduction to Agribusiness, US: Delmar, Thomson
Learning, 2001.
Robert P. King, Michael Boehlje, Michael
L. Cook, and Steven T. Sonka, “Agribusiness Economics and Management”, Amer. J. Agr. Econ. 92(2),
2010.
Roy,
Ewell P., Exploring Agribusiness, Danville, 1980.
Sholihin,
M., Epistemologi Ilmu dalam Sudut Pandang al-Ghazali, Bandung:
Pustaka Setia. 2001.
Sinaga,
Rudolf, Program Agribisnis di Negara-Negara Tetangga Indonesia, Bahan
Seminar, Jur. SOSEK IPB, 1975.
Syafi’ie,
Imam, Konsep Ilmu Pengetahuan dalam al-Qur`ân, Yogyakarta: UII Press,
2000.
Syam,
Nur, Membangun Keilmuan Islam Multidisipliner, makalah disampaikan pada
Kuliah Umum di Universitas Wahid Hasyim Semarang, Sabtu Pahing, 18 Mei 2013/ 8
Rajab 1434 H.
Tatuh,
Jen, Agribisnis: Konsep Dasar dan Perspektif Pengembangan,
SOSEK-Agribisnis, Fak. Pertanian Unsrat, 2004.
Tatuh,
Jen., Hanny Anapu, Tentang Sistem Agribisnis. Dalam Djohan D., dan Bayu
Krisnamurthi (Ed), “Membangun Koperasi Pertaninian Berbasis Anggota”, Jakarta:
LSP2I, 2000.
Taylor,
Donald M., Agroindustry Development: an Overview, Bogor: Bogor Agr.
Univ., 1993.
Timka,
Joseph J., Robert J. Birkenholz, Introduction to Agribusiness Unit,
Columbia, 1984.
Watt, W. Montgomery, Islâm dan
Peradaban Dunia, terj. Hendro Prasetyo, Jakarta: Gramedia, 1995.
Wojtkowski,
Paul A., Agroecological Perspectives in Agronomy, Forestry and
Agroforestry. Science Publishers Inc., Enfield, NH., 2002.
-----ms2f-----
[1]
Makalah disampaikan pada Seminar Pengembangan Pengetahuan dan Keterampilan
Agrobisnis yang diselenggarakan oleh Tim Participatory Action Research (PAR)
Fakultas Agama Islam Universitas Wahid Hasyim Semarang bekerjasama dengan
Kementerian Agama RI, di SMK-SPP Dharma Lestari Pontren Agro Nur al-Falah
Salatiga, pada tanggal 26 Desember 2013.
[2]
Wakil Rektor III Universitas Wahid Hasyim Semarang.
[3]
Baca surat an-Nahl ayat 14, al-Hajj ayat 65, Luqman ayat
20, dan al-Jatsiyah ayat 12.
[5]
Lihat Robert P. King, Michael
Boehlje, Michael L. Cook, and Steven T. Sonka, “Agribusiness Economics and Management”, Amer. J.
Agr. Econ. 92 (2), 2010, h. 554–570.
[6]
Ada pengecualian, yakni pada produksi senjata biologi, tipe proses produksinya
biologikal. Akan tetapi tidak dikategorikan sebagai produk agribisnis, karena
tidak tergolong dalam kelompok pangan, sandang, atau papan. Lihat Jen Tatuh
“Apa beda agribisnis dan binis lain?” dalam http://agricomunindo.blogspot.com/
(diakses 25/12/2013). Lihat pula Robert P. King, Michael Boehlje, Michael L. Cook, and Steven T. Sonka,
Agribusiness Economics and
Management, Amer. J. Agr.
Econ. 92(2), . 2010,
h. 554–570.
[7]
Lihat Jen Tatuh “Apa beda agribisnis dan binis lain?” dalam http://agricomunindo.blogspot.com/
(diakses 25/12/2013).
[8]
Al-Qur`ân, 2 (al-Baqarah): 185.
[11] Dagobert D. Runes, Dictionary of Philosophy,
New Jersy: Littlefield, Adams & co. Totowo, 1976, h. 324.
[12]Nur
Syam, Membangun Keilmuan Islam Multidisipliner, makalah disampaikan pada
Kuliah Umum di Universitas Wahid Hasyim Semarang, Sabtu Pahing, 18 Mei 2013/ 8
Rajab 1434 H.
[13] Mahdi
Ghulsyani menemukan kata al-‘ilm dan kata-kata derivatnya dalam
al-Qur’an lebih dari 780 kali. Lihat Mahdi Ghulsyani, Filsafat Sains
Menurut Al-Qur’an terj. Haidar Bagir, Bandung: Mizan, 1996, h. 39.
[14]
Baca pula surat al-Anbiya` ayat 7.
[15]
Lihat Mushthafa al-Ghulayani, ‘Idhah an-Nasyi`in, Beirut:
al-Mathba’ah al-‘Ashriyyah, 1949, h. 7.
[17]
Hadits ini juga disadur oleh al-Bukhari berdasarkan riwayat al-Qa’nabiy, oleh
Muslim bersumber dari Qutaibah, dan oleh al-Baihaqi dalam as-Sunan
al-Kubra, juz IV, 197.
[18]
Hadits Shahih diriwayatkan oleh al-Bazzar, juz II, 83.
[19]
Hadits ini dinilai shahih oleh al-Hakim. Lihat al-Hakim, al-Mustadrak,
juz II, 10.
[20]
Perhatikan pula etos kerja dalam surat ar-Ra’d ayat 11 dan surat at-Tawbah ayat
105.
[21]
Baca pula surat an-Nisa` ayat 134.
[22]
Baca Peraturan Pemerintah RI nomor 32 tahun 2013.
Komentar
Posting Komentar