Rebo Wekasan Perspektif Syekh AbdulHamid - Kang Syakur

 

REBO WEKASAN DAN AMALANNYA

Perspektif Syekh Abdul Hamid

-------------------------

Mahlail Syakur Sf.

FAI Universitas Wahid Hasyim Semarang

 

  

Keywords: Rebo Wekasan, Shafar, Hari Nahas, Do'a 

 

Bulan Shafar: Ada apa dengannya?   

Bulan kedua dalam kalender Hijriyyah adalah bulan Shafar atau Sapar. Sebenarnya bulan ini sama dengan bulan-bulan lainnya, yakni bukan bulan bala` atau bulan yang penuh musibah, penuh kesialan, dan lain-lainnya. Sebagaimana bulan lainnya, bulan Shafar merupakan bulan dari bulan-bulan Allâh yang tidak memiliki kehendak dan  berjalan sesuai dengan apa yang Allâh ciptakan untuknya.

Masyarakat jahiliyah kuno, termasuk bangsa Arab, sering beranggapan bahwa bulan Shafar (Sapar) adalah bulan sial (syahr as-sa`um = شهر الساؤم ). Anggapan sial (Tasa`um = تساؤم) ini telah terkenal pada umat jahiliah. Sisa-sisanya masih membekas di kalangan muslimin hingga saat ini. Fenomena sosio-religius di bulan shafar ini tidak lepas dari perhatian Rasul Allâh sas., sehingga Nabi menjelaskannya sebagaimana disrilis oleh Sayyiduna Abu Hurairah ra. berikut ini:

وَقَالَ عَفَّانُ: حَدَّثَنَا سَلِيمُ بْنُ حَيَّانَ، حَدَّثَنَا سَعِيدُ بْنُ مِينَاءَ، قَالَ: سَمِعْتُ أَبَا هُرَيْرَةَ، يَقُولُ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: لاَ عَدْوَى وَلاَ طِيَرَةَ وَلاَ هَامَةَ وَلاَ صَفَرَ، وَفِرَّ مِنَ المَجْذُومِ كَمَا تَفِرُّ مِنَ الأَسَدِ (رواه البخاري في باب الجذام)

(.... Sa’id bin Mina` bercerita: Saya mendengar Abu Hurairah ra. bercerita bahwa Rasul Allâh sas. bersabda: “Tidak ada wabah (yang menyebar dengan sendirinya tanpa kehendak Allâh), tidak pula ramalan sial, tidak pula burung hantu, dan juga tidak ada kesialan pada bulan Shafar. Menghindarlah dari penyakit kusta sebagaimana engkau menghindari singa”). H.R.Imam al-Bukhari

 

Ungkapan hadits “laa ‘adwa`” (tidak ada penularan penyakit) itu dimaksudkan sebagai upaya meluruskan keyakinan golongan jahiliyah, karena pada masa itu mereka berkeyakinan bahwa penyakit itu dapat menular dengan sendirinya tanpa bersandar pada ketentuan dari takdir Allâh. Sakit atau sehat, musibah atau selamat, semua kembali kepada kehendak Allâh. Penularan (seperti Covid-19 dan lainnya) hanyalah sebuah sarana proses takdir Allâh. Namun, walaupun keseluruhannya kembali kepada Allâh, bukan karena semata-mata sebab penularan, manusia tetap diwajibkan berusaha (ikhtiyar) dan berdo’a agar terhindar dari segala musibah.

 

Rebo Wekasan: Hari Sial?

Terma Rebo Wakasan berasal dari terminologi Jawa yang berarti Rabu Terakhir. Sebagian masyarakat terutama di Jawa beranggapan bahwa Rebo Wekasan merupakan hari di mana Allâh menurunkan banyak petaka atau kesialan (hari nahas, yaum nahs = يوم نحس).

Indikasi Kesialan pada hari Rabu secara umum dan tersirat pernah disinggung dalam al-Qur`ân dan Hadits yang patut dicermati dan dipahami. Allâh berfirman:

كَذَّبَتْ عَادٌ فَكَيْفَ كَانَ عَذَابِيْ وَنُذُرِ (18) اِنَّآ اَرْسَلْنَا عَلَيْهِمْ رِيْحًا صَرْصَرًا فِيْ يَوْمِ نَحْسٍ مُّسْتَمِرٍّ (19) تَنْزِعُ النَّاسَۙ كَاَنَّهُمْ اَعْجَازُ نَخْلٍ مُّنْقَعِرٍ (20)

(Kaum ‘Ad pun telah mendustakan. Maka betapa dahsyatnya azab-Ku dan peringatan-Ku! Sesungguhnya Kami telah menghembuskan angin yang sangat kencang kepada mereka pada hari nahas yang terus menerus, yang membuat manusia bergelimpangan, mereka bagaikan pohon-pohon kurma yang tumbang dengan akar-akarnya).  Q.S al-Qamar (54): 18-20  

 

Memang ada benarnya, menurut Imam al-Bagawi dalam tafsir Ma’alim at-Tanzil, bahwa kejadian itu (fi yawm nahs mustammir)  tepat pada hari Rabu terakhir dari bulan Shafar. Kemudian Orang Jawa pada umumnya menyebutnya sebagai “Rebo Wekasan”. Kiranya penafsiran tersebut menunjukkan bahwa kejadian itu bertepatan dengan hari Rabu pada Shafar dan menunjukkan bahwa hari itu adalah kesialan yang terus-menerus. Kecuali itu istilah hari naas yang terus-menerus (yawm nahs mustammir) juga didapati dalam tradisi hadits. Misalnya dalam kitab Faidl al-Qadir juz I, h. 45, dijumpai hadits:

أَخر الأربعاء في الشهر يوم نحس مستمر

(Rabu terakhir setiap bulan adalah hari sial terus-menerus)

 

Didapati pula hadits dengan teks lebih lengkap yang diusung oleh Imam al-Baihaqiy sebagai berikut:

وَأَخْبَرَنَا أَبُو عَبْدِ اللهِ الْحَافِظُ، حَدَّثَنِي مُحَمَّدُ بْنُ صَالِحِ بْنِ هَانِئٍ، ثنا أَبُو عَمْرٍو أَحْمَدُ بْنُ الْمُبَارَكِ الْمُسْتَمْلِي، ثنا أَبُو رَجَاءٍ قُتَيْبَةُ بْنُ سَعِيدٍ، ثنا إِبْرَاهِيمُ بْنُ أَبِي حَيَّةَ عَنْ جَعْفَرِ بْنِ مُحَمَّدٍ عَنْ أَبِيهِ عَنْ جَابِرِ بْنِ عَبْدِ اللهِ، قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: أَتَانِي جِبْرِيلُ عَلَيْهِ السَّلامُ فَأَمَرَنِي أَنْ أَقْضِيَ بِالْيَمِينِ مَعَ الشَّاهِدِ، وَقَالَ: إِنَّ يَوْمَ الأَرْبِعَاءِ يَوْمُ نَحْسٍ مُسْتَمِرٍّ -- رواه البيهقيّ

(.... Riwayat bersumber dari Jabir bin ‘Abdullah ra. Yang bercerita, bahwa Rasul Allâh sas. Bersabda: “Saya didatangi oleh Jibril as. Dan  Kaum ‘Ad pun telah mendustakan. Maka betapa dahsyatnya azab-Ku dan peringatan-Ku! Sesungguhnya Kami telah menghembuskan angin yang sangat kencang kepada mereka pada hari nahas yang terus menerus, yang membuat manusia bergelimpangan, mereka bagaikan pohon-pohon kurma yang tumbang dengan akar-akarnya).  Q.S al-Qamar (54): 18-20  

 

Hadits-hadits tersebut juga dijadikan rujukan oleh Syeikh Muhammad at-Tahamiy bin Madani dalam karyanya Qurrah al-‘Uyun Fi an-Nikâh as-Syar’iy (h. 20). Hadits tersebut secara lahiriah bertentangan dengan hadits shahih riwayat Imam al-Bukhari di atas. Jika dikompromikan pun maknanya adalah bahwa kesialan yang terus-menerus itu hanya berlaku bagi yang mempercayai. Bukankah hari-hari itu pada dasarnya netral, mengandung kemungkinan baik dan buruk sesuai dengan ikhtiar perilaku manusia dan ditakdirkan Allâh. 

Sementara itu dalam tradisi santri terdapat anggapan bahwa hari Rabu diyakini sebagai hari baik untuk mengawali kegiatan ngaji (belajar-menagajar). Para sahabat juga memilih hari Rabu sebagai waktu untuk pemakaman jenazah Nabi Muhammad saw. sebagaimana keterangan Sayyidatuna ‘Aisyah ra.:

عَنْ عَائِشَةَ، قَالَتْ: تُوُفِّيَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَوْمَ الاِثْنَيْنِ وَدُفِنَ لَيْلَةَ الأَرْبِعَاءِ -- رواه أحمد

(.... Riwayat bersumber dari ‘Aisyah ra. yang menjelaskan: Nabi sas. wafat pada hari Senin dan dimakamkan pada malam Rabu).  HR. Ahmad 

 

Rebo Wekasan dalam Perspektif Syekh Abdul Hamid

Sebagian ulama ahli ma'rifat dari golongan ahli mukasyafah (sebutan ulama sufi tingkat tinggi) punya pandangan yang unik tentang Rebo Wekasan. Di antara mereka adalah Syekh Abdul Hamid al-Qudsy (1277-1335 H.) Guru Besar Masjid Makkah Al-Mukarramah melalui karyanya yang berjudul “Kanzun Najah Was-Surur Fi al-Ad’iyah al-Ma`tsurah al-latiy Tasyrah ash-Shudur”. Beliau menulis tentang Rebo Wekasan dalam kitab ini dengan judul "Hal Penting dalam bulan Shafar yang Baik" (بيان ما يطلب في صفر الخير) pada halam 91.  


Syekh Abdul Hamid menjelaskan bahwa “Setiap tahun Allâh menurunkan bala’ ke dunia sebanyak 320.000 macam bala’ (malapetaka) untuk satu tahun. Tepatnya bala’ itu turun pada Rabu terakhir dari bulan Shafar atau yang terkenal dengan sebutan “Rebo Wekasan” untuk satu tahun ke depan. (halaman 94)

Lebih lengkap keterangannya:

Banyak para Wali Allah yang mempunyai pengetahuan spiritual yang tinggi mengatakan bahwa pada setiap tahun, Allâh  menurunkan 320.000 macam bala bencana ke bumi dan semua itu pertama kali terjadi pada hari Rabu terakhir di bulan Shafar. Oleh sebab itu hari tersebut menjadi hari yang terberat di sepanjang tahun. Maka barangsiapa yang melakukan shalat 4 rakaat (nawafil, sunnah), di mana setiap rakaat setelah al-Fatihah dibaca surat al-Kautsar 17 kali lalu surat al-Ikhlash 5 kali, surat al-Falaq dan surat an-Naas masing-masing sekali; lalu setelah salam membaca do’a, maka Allah  dengan kemurahan-Nya akan menjaga orang yang bersangkutan dari semua bala bencana yang turun di hari itu sampai sempurna setahun. 

Teks aslinya dapat dibaca pada halaman 94 berikut ini. 

 


Amalan Rebo Wekasan

Menurut Syekh Abdul Hamid, ada beberapa amalan yang perlu diketahui dan diusahakan untuk pengamalannya pada Rebo Wekasanan (Syekh Abdul Hamid: 94-101) adalah:

1. Shalat Sunnah Hajat guna menolak bala’ (hajat lidaf’il bala).

Shalat ini dilaksanakan empat reka’at, baik dengan dua tahiyyat satu salam, dengan niat empat empat reka’at:

أُصَلِّيْ سُنَّةَ الْحَاجَةِ لِدَفْعِ الْبَلاءِ أَرْبَعَ رَكَعَاتٍ لِلهِ تَعَالَى

 

atau dua tahiyyat dua salam, dengan niat dua reka’at:

أُصَلِّيْ سُنَّةَ الْحَاجَةِ لِدَفْعِ الْبَلاءِ رَكْعَتَيْنِ لِلهِ تَعَالَى

 

Setelah membaca Al-Fatihah, kemudian membaca Surat Al-Kautsar 17x, Surat Al-Ikhlash 5x, Surat Al-Falaq 1x dan Surat An-Nas 1x. (Syekh Abdul Hamid, Kanz an-Najah: 94)

Hal ini dilakukan tiap rokaat. Artinya tiap rekaat membaca semua surat tersebut.

Selesai shalat empat rekaat, kemudian membaca do’a (tercantum dalam 95-96) sebagai berikut.  

 

Do’a Rebo Wekasan

بِسْمِ اللهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْمِ

وَصَلَّى اللهُ تَعَالَى عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَسَلَّمَ  

اللّٰهُمَّ يَا شَدِيْدَ الْقُوَى وَيَا شَدِيْدَ الْمِحَالِ يَا عَزِيْزُ ذَلَّتْ لِعِزَّتِكَ جَمِيْعُ خَلْقِكَ اِكْفِنَا مِنْ جَمِيْعِ خَلْقِكَ، يَا مُحْسِنُ يَا مُجَمِّلُ يَا مُتَفَضِّلُ يَا مُنْعِمُ يَا مُكْرِمُ يَا مَنْ لآ إِلٰهَ إِلا أَنْتَ بِرَحْمَتِكَ يَا أَرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ.

اللّٰهُمَّ بِسِرِّ الْحَسَنِ وَأَخِيْهِ وَجَدِّهِ وَأَبِيْهِ اِكْفِنَا شَرَّ هٰذَا الْيَوْمِ وَمَا يَنْزِلُ فِيْهِ يَا كَافِيْ فَسَيَكْفِيْكَهُمُ اللهُ وَهُوَ السَّمِيْعُ الْعَلِيْمُ وَحَسْبُنَا اللهُ وَنِعْمَ الْوَكِيْلُ وَلا حَوْلَ وَلا قُوَّةَ إِلا بِاللهِ الْعَلِيِّ الْعَظِيْمِ

وَصَلَّى اللهُ تَعَالَى عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَسَلَّمَ

 

بِسْمِ اللهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْمِ

وَصَلَّى اللهُ تَعَالَى عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَسَلَّمَ

نَعُوْذُ بِاللهِ مِنْ شَرِّ هٰذَا الزَّمَانِ وَأَهْلِهِ، وَنَعُوْذُ بِجَلالِكَ وَجَلالِ وَجْهِكَ وَكَمَالِ جَلالِ قُدْسِكَ أَنْ تُجِيْرَنَا وَوَالِدِيْنَا وَأَوْلادَنَا وَأَهْلَنَا وَأَحْبَابَنَا، وَمَا تُحِيْطُهُ شَفَقَةُ قُلُوْبِنَا مِنْ شَرِّ هٰذِهِ السَّنَةِ، وَقِنَا شَرَّ مَا قَضَيْتَ فِيْهَا، وَاصْرِفْ عَنَّا شَرَّ شَهْرِ صَفَرَ يَا كَرِيْمَ النَّظَرِ، وَاخْتِمْ لَنَا فِيْ هٰذَا الشَّهْرِ وَالدَّهْرِ بِالسَّلامَةِ وَالْعَافِيَةِ وَالسَّعَادَةِ لَنَا وَلِوَالِدِيْنَا وَأَوْلادِنَا وَأَهْلِنَا وَمَا تُحِيْطُهُ شَفَقَةُ قُلُوْبِنَا وَجَمِيْعِ الْمُسْلِمِيْنَ

وَصَلَّى اللهُ تَعَالَى عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَسَلَّمَ

 

بِسْمِ اللهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْمِ

اللهم صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ عَبْدِكَ وَنَبِيِّكَ وَرَسُوْلِكَ، النَّبِيِّ الأُمِّيِّ وَعَلَى آلِهِ وَبَارِكْ وَسَلِّمْ

اللهم إِنَّا نَعُوْذُ بِكَ مِنْ شَرِّ هٰذَا الشَّهْرِ، وَمِنْ كُلِّ شِدَّةٍ وَبَلاءٍ وَبَلِيَّةٍ قَدَّرْتَهَا فِيْهِ يَا دَهْرُ يَا مَالِكَ الدُّنْيَا وَالآخِرَةِ

يَا عَالِمًا بِمَا كَانَ وَمَا يَكُوْنُ، وَمَنْ إِذَا أَرَادَ شَيْئًا قَالَ لَهُ كُنْ فَيَكُوْنُ،

يَا أَزَلِيُّ يَا أَبَدِيُّ، يَا مُبْدِئُ يَا مُعِيْدُ، يَا ذَا الْجَلالِ وَالإِكْرَامِ، يَا ذَا الْعَرْشِ الْمَجِيْدِ، أَنْتَ تَفْعَلُ مَا تُرِيْدُ

اللهم احْرُسْ بِعَيْنِكَ أَنْفُسَنَا وَأَهْلَنَا وَأَوْلادَنَا وَأَمْوَالَنَا وَدِيْنَنَا وَدُنْيَانَا الَّتِيْ ابْتَلَيْتَنَا بِصُحْبَتِهَا بِحُرْمَةِ الأَبْرَارِ وَالأَخْيَارِ، بِرَحْمَتِكَ يَا عَزِيْزُ يَا غَفَّارُ، يَا كَرِيْمُ يَا سَتَّارُ، بِرَحْمَتِكَ يَا أَرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ

اللهم إِنَّا نَسْأَلُكَ بِأَسْمَائِكَ الْحُسْنَى، وَبِكَلِمَاتِكَ التَّامَّاتِ، وَبِحُرْمَةِ نَبِيِّكَ مُحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنْ تَحْفَظَنَا وَأَنْ تُعَافِيَنَا مِنْ بَلائِكَ، يَا دَافِعَ الْبَلايَا، يَا مُفَرِّجَ الْهَمِّ وَيَا كَاشِفَ الْغَمِّ، اِكْشِفْ عَنَّا مَا كُتِبَ عَلَيْنَا فِيْ هٰذِهِ السَّنَةِ مِنْ هَمٍّ أَوْ غَمٍّ إِنَّكَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيْرٌ

وَصَلَّى اللهُ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَسَلَّمَ تَسْلِيْمًا

 

2. Membaca Surat Yasin, ayat “Salâmun Qawlan Min Rabbir Rahîm” (سَلامٌ قولا مِنْ ربٍّ رَحِيْم) dibaca sebanyak 313x, lalu dilanjutkan ayat setelahnya hingga selesai. Kemudian membaca do’a:

اللّٰهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ صَلاةً تُنْجِيْنَا بِهَا مِنْ جَمِيْعِ الأَهْوَالِ وَاْلآفَاتِ وَتَقْضِـيْ لَنَا بِهَا جَمِيْعَ الْحَاجَاتِ وَتُطَهِّرُنَا بِهَا مِنْ جَمِيْعِ السَّيِّئَاتِ وَتَرْفَعُنَا بِهَا عِنْدَكَ أَعْلَى الدَّرَجَاتِ وَتُبَلِّغُنَا بِهَا أَقْصَـى الْغَايَاتِ مِنْ جَمِيْعِ الْخَيْرَاتِ فِيْ الْحَيَاةِ وَبَعْدَ الْمَمَاتِ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَسَلِّمْ  

اللهم اصْرِفْ عَنَّا شَرَّ مَا يَنْزِلُ مِنَ السَّمَاءِ، وَمَا يَخْرُجُ مِنَ الأَرْضِ، إِنَّكَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيْرٌ

وَصَلَّى اللهُ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَسَلَّمَ تَسْلِيْمًا كَثِيْرًا وَالْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِيْن 

 

3. Air Salamun

Air Salamun adalah air yang dimasuki ayat salamah untuk diminum agar terhindar dari bala’ yang akan turun dalam masa setahun. Ayat-ayat tersebut ditulis pada kertas putih kemudian dicelupkan ke air dan diminum dengan niat TABARRUK (mengharapkan berkah) dan hati tetap meminta kepada Allâh.

Disebutkan pula dalam catatan kaki bab Qunut Nazilah hal. 67 kitab Nihayatuz Zain karya Syeikh Nawawi Al-Jawi Al-Bantani yang merupakan syarah atau penjelasan dari kitab Matan Fiqih Qurratul ‘Ain cetakan Alawiyah Semarang, “Barang siapa yang menulis ayat salamah tujuh, kemudian tulisan tersebut dilebur/direndam dengan air, maka barang siapa yang meminum air tersebut akan diselamatkan dari baliyyah/bala’ yang diturunkan”. Yang dimaksud dengan ayat salamah tujuh adalah tujuh ayat al-Qur`ân yang diawali dengan lafal Salamun (سَلَامٌ), yaitu:

1.      سَلاَمٌ قَوْلاً مِنْ رَبٍّ رَحِيْمٍ (يس: 58)

2.      سَلاَمٌ عَلَى نُوْحٍ فِي الْعَالَمِيْنَ (الصافات: 79)

3.      سَلاَمٌ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ (الصافات: 109)

4.      سَلاَمٌ عَلَى مُوْسَى وَهَارُوْنَ (الصافات: 120)

5.      سَلاَمٌ عَلَى إِلْيَاسِيْنَ (الصافات: 130)

6.      سَلاَمٌ عَلَيْكُمْ طِبْتُمْ فَادْخُلُوْهَا خَالِدِيْنَ (الزمر: 73)

7.     سَلاَمٌ هِيَ حَتَّى مَطْلَعِ الْفَجْرِ (القدر: 5)

 

Bisa juga memakai wifiq, lalu ditulis terus direndam ke dalam air kemudian diminum ... Wifiq dapat dilihat dan ditiru dari kitab Kanz an-Najah halaman 101 sebagai berikut:


Mbah Kyai H. Sya’roni Ahmadi pada saat ngaji Tafsir di Jum’at fajar (11/11/2016) menerangkan bahwa Di antara ‘ulama' Kudus yang rutin mengamalkan Air Salamun pada Rebo Wekasan adalah Mbah K.H. Arwani Amin Kajeksan, Mbah K.H. Ma’mun Langgardalem, Mbah K.H. Hisyam Janggalan, dan Mbah K.H. Siraj Undaan.

 

Wa Allâh a’lam bis-shawab

**********************

Ditulis oleh: H. Mahlail Syakur Sf. (Dosen FAI Universitas Wahid Hasyim Semarang, Ketua LTNNU PWNU Jawa Tengah)  

Sumber: Syekh Abdul Hamid bin Muhammad bin Abdul Qadir, Kanzun Najah Was-Surur Fi al-Ad’iyah al-Ma`tsurah al-latiy Tasyrah ash-Shudur (Libanon: Dar al-Hawiy, 2009).

 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Amalan Rebo Wekasan

Hal-Hal Yang Membatalkan Puasa-Tribun Jateng